SOSIOLOGI PENDIDIKAN
A. Landasan Filosofis Sosiologi Pendidikan di LPTK
Lembaga kependidikan tenaga kependidikan (LPTK) berfungsi sebagai lembaga yang menyiapkan tenaga kependidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan pada Bab I Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah: "anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan". Bab II pasal 3 butir 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah: "terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laporan, teknisi sumber belajar, dan penguji", sedangkan pada butir 2 menyatakan : "tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih", dan pada butir 3 dinyatakan bahwa : "pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, Rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah'''.
Penegasan tentang tenaga kependidikan dalam peraturan tersebut mengisyaratkan bahwa tenaga kependidikan memiliki spektrum yang luas dalam penyelenggaraan pendidikan. Karena itu peran, tugas, tanggung jawab, wewenang dan kekuasaan tenaga kependidikan sifatnya strategis dalam peningkatan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Besarnya peran yang harus dilakukan tenaga kependidikan tersebut, mengharuskan sistem pembinaan tenaga kependidikan memerlukan penanganan yang terencana agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Apalagi peran yang mereka lakukan tersebut merupakan peran strategis bagi pembinaan kecerdasan bangsa dan untuk kepentingan kelangsungan hidup bangsa.
Sebagai tenaga kependidikan apakah ia pendidik (guru), pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji, keterampilan dan menentukan seberapa jauh ia mampu melaksanakannya sesuai dengan tuntutan kinerja tugas yang diembannya tersebut kompetensi atau profesionalisme merupakan tuntutan sekaligus jawaban dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing. Tuntutan tugas yang proporsional akan dapat dilaksanakan dengan baik. jika kompetensi atau profesionalismenya memadai dan sesuai dengan tuntutan tersebut.
Saat ini, tenaga kependidikan yang menjadi pusat perhatian adalah tenaga pendidik dengan status sebagai guru. Guru merupakan salah satu tenaga pendidik yang dianggap populer karena berhadapan langsung dengan siswa atau peserta didik. Kinerja guru yang selama ini menjadi wacana dalam meningkatkan mutu manusia atau SDM, telah menjadikan guru sebagai salah satu isu sentral mengenai pendidikan secara nasional. Persoalan guru adalah persoalan pendidikan, dan persoalan pendidikan adalah persoalan bangsa. Begitulah kira-kira kalangan prakusi pendidikan menggiring isu tentang guru dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru.
Setiap berbicara tentang pendidikan, maka arah yang dibicarakan adalah tentang guru, dan guru memang telah menjadi isu nasional. Berbeda dengan tenaga kependidikan lainnya, guru memiliki kedudukan strategis dalam meningkatkan upaya kecerdasan dan kesiapan anak didik menghadapi masa depannya. Keberhasilan peserta didik dianggap merupakan keberhasilan guru, namun kegagalan peserta didik juga dianggap sebagai kegagalan guru.
Kenyataannya persoalan guru memang bersifat kompleks, tidak hanya menyangkut mutu guru itu sendiri saja, tetapi menyangkut dengan hal-hal yang lainnya. Seperti profesionalisme, mutu, sistem perekrutan, pembinaan, kesejahteraan, renumerasi dan lain sebagainya Sebagai salah satu elemen terpenting tenaga kependidikan, persoalan guru menjadi krusial karena tuntutan stakeholder pendidikan telah mengarah kepada mutu. Mutu sebagai tuntutan telah menjadi isu dalam pendidikan, sebab masyarakat pengguna jasa pendidikan menganggap bahwa mutu pendidikan yang baik akan menjamin lulusan pendidikan memperoleh pekerjaan yang layak dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Selama ini yang memiliki status sebagai LPTK adalah seluruh fakultas dan program studi yang ada di universitas eks IKIP, FKIP sedangkan yang ada di IAIN adalah Fakultas Tarbivah dengan segala jurusan maupun program yang ada yang meliputi D-II, D-III dan S1. Seluruh institusi ini diberi wewenang dengan segala perangkat yang dimilikinya untuk mencetak tenaga kependidikan. Khusus LPTK yang ada di IAIN, yaitu fakultas Tarbiyah, cenderung disebut sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan Islam (LPTKI), sebab seluruh jurusan atau program yang ada memang berorientasi dan diperuntukkan sebagai guru agama Islam, baik yang bertugas di lingkungan Departemen Agama maupun di Departemen Pendidikan Nasional pada jenjang sekolah dasar dan lanjutan. Namun demikian khusus di LPTKI terdapat beberapa program studi untuk guru-guru bidang studi umum, seperti bahasa Inggris, matematika, IPA dan lain sebagainya, dan mereka diperuntukkan menjadi guru di lingkungan Departemen Agama.
Sosiologi Pendidikan menurut Charles A. Ellwood (Ahmadi, 1991 : 7) adalah : “ilmu pengetahuan yang mempelajari / menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial”. Sedangkan menurut Nasution (1999:5) sosiologi pendidikan adalah “analisis atas proses sosial dan pola-pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan. Sosiologi memiliki alat-alat dan teknik ilmiah untuk mempelajari pendidikan dan dengan demikian dapat memberikan sumbangan yang berharga kepada sistem pendidikan dalam hubungan masyarakat kita. Dengan demikian menganalisis hubungan dan interaksi manusia dalam pendidikan diharapkan memperoleh prinsip-prinsip dan generalisasi tentang hubungan manusia dalam sistem pendidikan”
Peran yang diemban oleh LPTKI adalah untuk menciptakan tenaga kependidikan dalam mengerjakan ajaran agama Islam kepada peserta didiknya di persekolahan agar memahami ajaran Islam secara kaffah, sehingga secara utuh dapat mengamalkan ajaran tersebut di lingkungan komunitas dan masyarakatnya. Islam sebagai agama harus diajarkan secara menyeluruh dan tidak boleh secara parsial. Jika dilakukan secara parsial maka lembaga pendidikan persekolahan nantinya akan melahirkan lulusan yang sempit dan dangkal pemahamannya, sehingga terbatas hanya pada dimensi pengetahuan dan pengamalan ibadah semata, padahal Islam lebih luas dari itu.
Dalam konteks ini, Sosiologi Pendidikan dianggap sebagai salah satu mata kuliah strategis dan sifatnya krusial bagi mahasiswa LPTKI. Asumsi ini tidak bermaksud membangun secara ekstrim untuk mengatakan bahwa hanya mata kuliah Sosiologi Pendidikan an-sich yang akan menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan mutu perkuliahan di LPTKI, sama sekali bukan demikian. Asumsi ini di dibangun sebagai analisis dan kajian kritis terhadap perlunya secara utuh mendudukkan setiap mata kuliah umum yang harus diajarkan di LPTKI, sehingga tujuan pembelajaran secara ideografik dan nomotetik berhasil secara maksimal dan optimal.
B. Sosiologi Pendidikan di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Islam
Fakultas Tarbiyah sebagai LPTKI berperan dalam merealisir fungsi pendidikan Islam. Oleh Feisal (1995:95-96) fungsi pendidikan Islam setidak-tidaknya adalah : (1) individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat manusia muttaqin dalam bersikap, berpikir, dan berperilaku, (2) sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam, (3) rekayasa kultur Islam demi terbentuk dan berkembangnya peradaban Islam, (4) menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu, teknologi, dan keterampilan demi terbentuknya para manajer dan manusia profesional, (5) pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari, mengembangkan, serta memelihara ilmu dan teknologi, (6) pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang ekonomi, fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik, olah raga, kesehatan, dan sebagainya, dan (7) pengembangan kualitas muslim dan warga negara sebagai anggota dan pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif.
Menurut Buku Panduan Akademik IAIN Sumatera Utara Tahun Akademik 2002/2003, tujuan Fakultas Tarbiyah adalah : "Membentuk sarjana muslim yang berakhlak mulia, menguasai pengetahuan agama Islam serta cabang-cabang pengetahuan dalam bidang pendidikan Islam dan keguruan", Sementara itu, fakultas Tarbiyah mempunyai fungsi sebagai: (a) pelaksana dan pengembang pendidikan dan pengajaran dalam bidang ke-Tarbiyahan, (b) pembinaan tenaga-tenaga yang ahli dalam pendidikan agama dan bahasa Arab, serta kependidikan Islam, (c) melaksanakan penelitian dalam bidang pendidikan agama, kependidikan, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, menganalisis masalah-masalah pendidikan agama dan bahasa Arab serta keguruan yang berkembang untuk mencari pemecahannya masing-masing sesuai dengan kemajuan IPTEK.
Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara mempunyai empat jurusan dan satu program studi D II, yaitu :
1. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) bertujuan . untuk membentuk sarjana muslim yang ahli dalam agama Islam, dan menguasai metodologi pendidikan dan pengajaran agama Islam.
2. Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) bertujuan untuk membentuk sarjana muslim yang ahli dalam ilmu-ilmu bahasa Arab dan menguasai metodologi pendidikan dan pengajaran bahasa Arab.
3. Jurusan Kependidikan Islam (KI) bertujuan untuk membentuk sarjana muslim yang profesional dalam pengkajian ilmu-ilmu kependidikan Islam serta mampu memecahkan masalah-masalah pendidikan Islam.
4. Jurusan Tadris Bahasa Inggris bertujuan membentuk sarjana muslim yang menguasai ilmu-ilmu bahasa Inggris serta metodologi pendidikan dan pengajaran bahasa Inggris.
5. Jurusan Tadris Matematika bertujuan membentuk sarjana Muslim yang mampu dalam pendidikan dan pengajaran dalam matematika.
6. Program D II bertujuan mendidik tenaga yang menguasai metodologi dan keterampilan dalam pendidikan agama Islam di sekolah dasar/ madrasah Ibtidaiyah negeri dan swasta.
Tujuan, fungsi fakultas dan jurusan serta program studi yang ada di Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara di atas, mengindikasikan bahwa sebagai LPTKI, Fakultas Tarbiyah secara normatif dan struktural telah mempersiapkan diri dan memiliki kewenangan serta kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas kelembagaan. Walaupun jika ditelaah, setiap jurusan yang ada ternyata tidak memiliki program studi atau konsentrasi yang lebih spesifik sehingga lebih mengarah kepada kemampuan yang mendalam dari setiap program studi atau disiplin ilmu tertentu.
Pada sisi yang lain, Fakultas Tarbiyah pada saat ini memerlukan transformasi agar lebih siap menghadapi era globalisasi, yaitu suatu era dimana mutu menjadi salah satu tuntutan dikalangan stakeholders pendidikan. Tuntutan stakeholders saat ini harus menjadi pertimbangan utama dan yang akan menentukan perencanaan strategis setiap perguruan tinggi, sehingga seluruh aktivitas yang akan me-lahirkan produk dari jasa kependidikan di perguruan tinggi, dilakukan sesuai dengan kebutuhan mum tersebut. Menurut Tampubolon (2001:71) bahwa: "jasa kependidikan yang dimaksud adalah tingkat akademik dan profesional. Karena itu pendidikan tinggi dipahami sebagai proses produksi dan penyajian jasa pendidikan bertaraf akademik dan profesional, atau jasa pendidikan tinggi, yang dapat dilaksanakan bagi para calon mahasiswa yang sudah memperoleh jasa pendidikan dasar dan menengah. Dan PT adalah lembaga pendidikan yang memproduksi dan menyajikan jasa kependidikan tinggi".
Transformasi Fakultas Tarbiyah merupakan paradigma baru sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan Islam (LPTKI). Menurut Tilaar (1999: 206) paradigma baru fakultas Tarbiyah tersebut yang akan mendasari dalam lingkungan universitas Islam (transformasi IAIN sebagai institute menjadi universitas), yang meliputi perencanaan :
1. Membina guru yang berwatak dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan dasar ilmu pengetahuan yang kuat. Pembinaan ilmu pengetahuan dilaksanakan oleh fakultas-fakultas dalam lingkungan universitas.
2. Membina guru profesional yang kompetitif, baik dalam lingkungan profesi guru yang dihasilkan oleh LPTK lainnya, juga dengan profesi-profesi lainnya.
3. Mengembangkan ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam dan budaya masyarakat Indo¬nesia didukung oleh riset yang kuat.
4. Memberikan pelayanan kepada universitas dalam pengembangan ilmu pengetahuan, serta" ikut mengembangkan budaya universitas yang terintegrasi dalam aspek etik, agama dan Iptek.
Gagasan di atas sejalan dengan rencana strategis perubahan dan pengembangan organisasi IAIN sebagai bagian dari reformasi perguruan tinggi di Indonesia. IAIN memiliki kedudukan strategis karena sebagai sub-sistem dalam sistem pendidikan nasional. Setelah IKIP di konversi menjadi universitas, maka IAIN selanjutnya menyiapkan diri untuk berubah menjadi universitas, terutama IAIN-IAIN yang memiliki sumberdaya yang memenuhi syarat, baik sumber daya insani maupun sumber daya lainnya, seperti sarana, prasarana dan dana yang cukup memadai. Dan untuk saat ini IAIN Syarif Hidayatullah telah berubah menjadi universitas, yaitu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk selanjutnya LAIN lainnya sedang mempersiapkan diri untuk perubahan tersebut, termasuk LAIN Sumatera Utara. Namun demikian, tidak semua IAIN mempersiapkan diri menjadi universitas, ada yang sebatas wider mandate atau yang bersifat inovatif sesuai dengan analisis kebutuhan.
C. Perlu dan Pentingnya Sosiologi Pendidikan
Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif. Perubahan sosial yang cepat itu meliputi berbagai bidang kehidupan, dan merupakan masalah bagi semua institusi sosial seperti: industri, agama, perekonomian, pemerintahan, keluarga, perkumpulan-perkumpulan pendidikan. Masalah sosial dan masyarakat itu juga di rasakan oleh dunia pendidikan. Masalah pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan pendidikan dalam masyarakat me-rupakan refleksi masalah-masalah sosial dalam masyarakat (Ahmadi, 1999:14).
Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat tentu saja mempengaruhi pendidikan, baik sebagai ilmu maupun sebagai aktivitas. Itulah sebabnya John Dewey (1859-1952) menganggap bahwa begitu esensialnya hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat. Dewey beranggapan bahwa pendidikan tumbuh di masyarakat dan masyarakat tumbuh karena adanya pendidikan. Antara keduanya terdapat hubungan yang bersifat mutual benefit, artinya saling menguntungkan bahkan merupakan suatu ikatan yang secara aksiomatik sulit dan mustahil untuk dipisahkan.
Sementara itu Emile Durkheim (1858-1917), memandang pendidikan sebagai suatu "social thing' atau sebagai ikhtiar sosial. Durkheim (Faisal, tt : 27) mengemukakan bahwa : "Masyarakat secara keseluruhan masing-masing lingkungan sosial di dalamnya, merupakan sumber penentu cita-cita yang dilaksanakan lembaga pendidikan. Suatu masyarakat bisa bertahan hidup, hanya kalau terdapat suatu tingkat homogenitas yang memadai dikalangan para warganya. Keseragamnan yang esensial yang dituntut dalam kehidupan bersama tersebut, oleh upaya pendidikan di perkekal dan diperkuat penanamannya semenjak dini dikalangan anak-anak. Tetapi dibalik itu, suatu kerjasama apapun tentulah tidak mungkin tanpa adanya keanekaragaman. Keanekaragaman yang penting itu, oleh upaya pendidikan dijaminnya dengan jalan pengadaan pendidikan yang beraneka ragam, baik jenjang maupun spesialisasinya".
Pandangan Durkheim ini mempertegas bahwa pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri dan kesadaran sosial menjadi suatu paduan yang stabil, disiplin, dan utuh secara bermakna. Pandangan ini bersifat universal, karena sampai sekarang antara pendidikan dan kehidupan sosial masyarakat tidak dapat dipisahkan, pendidikan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena itu, pendidikan bersifat fungsional dalam sistem hidup dan kehidupan manusia.
Dalam sistem hidup dan kehidupan masyarakat, pendidikan menjadi faktor penentu terhadap keberhasilan masyarakat memenuhi kebutuhannya. Kesadaran ini muncul karena memang perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, mau tidak mau lembaga pendidikan harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu elemen penting dalam pengem-bangan ilmu sosial. Kuliah Sosiologi Pendidikan di Amerika Serikat diberikan tahun 1907. Kemudian pada tahun 1914 berbagai lembaga pendidikan tinggi telah menjadikan mata kuliah ini sebagai bahan kajian. Buku pelajaran pertama mengenai Sosiologi Pendidikan terbit pada tahun 1917 sedangkan majalah pertamanya dalam bentuk jurnal terbit tahun 1927 yang berjudul The Journal of Educational Sociology. Setelah Perang Dunia II beberapa lembaga pendidikan guru mendirikan department of educational spsiology, program studi Sosiologi Pendidikan.
Pada awalnya memang perkembangan Sosiologi Pendidikan mendapat respon yang besar dikalangan sosiolog dan dunia pendidikan, namun periode 1926-1947 mengalami kemunduran yang signifikan. Kemunduran ini disebabkan karena adanya asumsi bahwa mata kuliah ini dapat digantikan oleh kuliah-kuliah lain dalam ilmu sosial. Situasi ini me-mengakibatkan tidak berkembangnya buku-buku tentang Sosiologi Pendidikan, sehingga sulit untuk menemukan konsep-konsep yang berkaitan dengannya. Namun demikian, setelah memasuki tahun 1950-an, terjadi pergeseran paradigma di dunia pendidikan. Ternyata Sosiologi Pendidikan tidak bisa tidak, hams dikembangkan sebagai mata kuliah agar masalah-masalah masyarakat yang berkaitan dengan perubahan sosial dapat terpecahkan melalui lembaga pendidikan, terutama lembaga pendidikan tenaga kependidikan
No comments:
Post a Comment